Kamis, 30 Juli 2009

PLN kembali mengila......matikan listrik 12 jam sehari

Kamis, 30 Juli 2009 , 09:19:00

MASIH BERFUNGSI: Satu-satunya turbin yang masih berfungsi di PLTA Koto Panjang akibat elevasi debit air waduk kurang dari batas minimal 77 meter.(said mufti/riau pos)
PEKANBARU (RP) - Pelanggan listrik PLN —khususnya di Pekanbaru dan sekitarnya— tampaknya harus kembali bersabar. Setelah durasi pemadaman listrik berkurang menjadi total enam hingga sembilan jam beberapa hari terakhir, terhitung Kamis (30/7) ini, pemadaman kembali berlangsung 12 jam dengan durasi per tiga jam atau empat kali pemadaman.

Kondisi ini akan berlangsung hingga Senin (3/8) mendatang. Penyebabnya adalah karena adanya pemasangan satu unit servomoog di Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat. Ini dilakukan untuk meningkatkan kehandalan dari pembangkit tersebut. Servomoog yang merupakan pengontrol peralatan pembagi uap.

“Hal ini berarti Riau akan mengalami defisit sebanyak 85 MW. Namun mulai Selasa (28/7) sudah dapat dibantu PLTG Teluk Lembu yang beralih menjadi PLTD Teluk Lembu sebanyak 15 MW,’’ ujar Manajer Perencanaan PLN Wilayah Riau dan Kapulauan Riau, Yugo Riyatmo.

Menurut Yugo, pemasangan dilakukan hari ini, karena akan ada jeda dua hari, Sabtu dan Ahad, dimana beban puncak berkurang. Sehingga dampak dari pemadaman tersebut tidak terlalu kerasa.
Manajer Sumber Daya Manusia Komunikasi Hukum dan Administrasi PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) Suwandi Siregar menambahkan ini sekaligus persiapan menyambut bulan Suci Ramadan.

“Jika sesuai jadwal pemasangan servomoog ini dilakukan pertengahan Agustus. Namun dipercepat akhir Juli, dikarenakan urgennya permasalahan ini,’’ terangnya.

Suwandi mengatakan pemadaman untuk bulan Ramadan mendatang berkurang atau diminimalisir sekecil mungkin. Namun, ia tidak bisa memastikan berapa kali akan dilakukan pemadaman setiap harinya.

Beberapa upaya yang dilakukan PLN untuk menghadapi bulan Ramadhan yakni Pemasangan servomoog PLTU Ombilin, hujan buatan untuk menaikkan debit air PLTA Koto Panjang, menambah kesiapan Kit PLTD Selincah dan PLTG Pauh Limo. Mengupayakan tambahan transfer dari sistem Sumbagut dan penambahan kapasitas Kit seperti menyewa PLTG Kramasan, menyewa PLTG Banyuasin dan menyewa PLTG Talang Duku.

Belum Diketahui Kapan Berakhir
Yugo juga mengatakan, pemadaman listrik bergilir yang terjadi saat tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Dikarenakan pemadaman bersifat situsional seperti keadaan alam yang sangat mempengaruhi kondisi kelistrikan.

Yugo mencontohkan PLTA Koto Panjang yang elevasi airnya ter­gantung alam. Musim kemarau, seperti pada Juli 2009, elevasi airnya hanya mampu menggerakkan satu dari tiga turbin pembangkit PLTA Koto Panjang. Sedangkan ketika musim hujan, elevasi airnya melimpah sehingga tiga turbin pembangkit tersebut juga tidak terdapat berputar.

Dari beberapa pembangkit PLN seperti PLTA, PLTU, PLTG maupun PLTD. Hanya PLTA yang tidak dapat dikontrol oleh PLN, dikarenakan tergantung kondisi alam. Walaupun dalam penanggulangan permasala­han rendahnya debit air di waduk Koto Panjang diatasi dengan Teknik Modifikasi Cuaca (TMC), Yugo tetap mengatakan bahwa hal tersebut tidak efektif. Ia mencontohkan hujan selama empat hari, yang hanya bisa menaikkan debit air setinggi sepuluh centimeter.

“Krisis listrik di Riau diperkirakan akan berakhir 2010 hingga 2011, dengan selesainya pembangunan PLTU 2x100 MW,’’ ujar Yugo.
Ditambahkannya, pembangunan PLTU tersebut tak mungkin selesai dalam waktu dekat. Dikarenakan banyak pertimbangan dan penghitun­gan dalam membangun pembangkit yang berbahan bakar batu bara tersebut.

Ia juga mengatakan kondisi debit air atau elevasi PLTA Koto Panjang tak pernah diperkirakan seburuk sekarang ini, dimana berada di bawah normal yakni dibawah 77 meter.

Sementara itu, ketika ditanyakan mengenai jadwal pemadaman yang berkurang, namun jadwalnya yang tak dapat diprediksi, kadang lima menit ataupun lebih? Ia hanya dapat mengatakan bahwa kurang dari tiga jam, bukanlah pemadaman melainkan gangguan.

“Sebaiknya masyarakat bersabar menunggu lebih dari lima menit baru menghidupkan genset. Setelah dipastikan itu pemadaman, baru dinyalakan,’’ jawabnya menanggapi meninggalnya warga Cipta Karya, Pekanbaru akibat memasang genset.

Tak Masuk Akal PLN Rugi
Di bagian lain, kerugian Rp1 miliar yang disampaikan PLN Wilayah Riau untuk beralih ke bahan bakar solar dalam meminimalisir pemadaman bergilir dinilai kalangan DPRD Riau tidak masuk akal. Hal ini disampaikan anggota DPRD Riau dari Komisi A, Sobirin dan Abu Imin kepada Riau Pos, Selasa (29/7) di DPRD Riau.

Keduanya berpendapat, pemadaman bergilir yang dilakukan PLN tidak akan menyebab­kan kerugian. Malah sebaliknya dengan pemadaman yang dilakukan, PLN malah jadi untung seperti halnya melonjaknya rekening listrik konsumen.

PLN, lanjutnya, selalu menyampaikan keluhannya sementara kelu­han yang sudah sangat lama diderita masyarakat tidak pernah digubris, malah cenderung diabaikan sama sekali. Ia ketahui dari para ahli, pemadaman yang dilakukan jelas menyebabkan tagihan listrik naik. Logikanya, kata Sobirin, barang elektronik setiap kali mati dan hidup kembali akan menarik daya yang cukup tinggi dan hal itu jelas akan mempercepat meteran listrik. Satu hal lagi terabaikan selama ini, kompensasi tidak pernah diberikan PLN ketika pemadaman dilakukan lebih dari sepuluh jam.

‘’Logika PLN merugi itu dari mana. Contohnya saja kita lihat tagihan masyarakat malah melonjak dan kompensasi pemadaman yang melewati 10 jam tidak pernah diganti rugi oleh PLN. Jika kulkas di rumah tarikan awalnya 100 Watt setiap awal hidup, kali saja setiap kali mati karena akan ditarik daya sebesar itu. Akibatnya meteran cepat berputar dan rekening pun membengkak. Masak rugi Rp1 miliar dibilang-bilang, sementara kerugian yang dirasakan masyarakat selama ini tidak pernah diperhatikannya,’’ terang Sobirin.

Solusi jangka panjang sebutnya tidak ada selain mencabut monopoli PLN dan membiarkan daerah membangun sendiri penbangkitnya. Daerah punya anggaran untuk itu dan swasta juga memiliki kemampuan untuk membangun pembangkit yang bisa melayani konsumen secara profesional. Abu Imin malah menyatakan, PLN seperti tuli di tengah pekikan kritik masyarakat Riau dan tetap saja melakukan pemadaman dan tidak melakukan solusi apa-apa.

“Sudah berapa banyak rumah masyarakat Riau di Kampar sana jadi korban untuk membangun pembangkit listrik. Tapi tidak juga bisa mengatasi persoalan kelistrikan. Ini yang dinamakan perenca­naan amburadul dan asal-asalan,’’ tutur mereka.(cr3/hpz)

Pencemaran yang Matikan Ribuan Ikan di Sungai Giti

Kamis, 30 Juli 2009 , 08:33:00

IKAN MATI: Kapolsek Kabun AKP Dhariyen bersama anggo-tanya memeriksa ikan mati yang ditemukan masyarakat di aliran Sungai Giti Kecamatan Kabun, Sabtu (25/7/2009).(harjono/riau pos)
Laporan HARJONO, Kabun
harjono@riaupos.com


Warga Desa Giti Kecamatan Kabun, meminta kepada pihak PT Fortius Agro Asia (FAA) bertanggung jawab atas kejadian pencemaran Sungai Giti, yang menyebabkan ikan mati pada Sabtu 25 Juli lalu. Sebab, matinya ikan di aliran sungai tersebut jelas disebabkan limbah, sementara perusahaan yang ada di hulu sungai cuma PT FAA.

‘’KAMI minta pihak PT FAA agar bertanggungjawab terhadap pencemaran Sungai Giti. Sebab aliran sungai tersebut merupakan kebutuhan warga baik untuk mandi dan lainya. Makanya kami menuding pelakunya adalah PT FAA, karena PT FAA satu-satunya perusahaan yang ada di hulu sungai tersebut,’’ kata Gito (38) warga Desa Giti, bersama beberapa warga yang ditemua Riau Pos, di Kabun, Selasa (28/7).

Gito berkeyakinan tidak mungkin ada perusahaan lain yang merekayasa kejadian. Jadi, tidak ada alasan PT FAA untuk tidak bertanggung jawab. ‘’Kita sempat dengar dari beberapa pihak yang mengatakan PT FAA berdalih kalau ikan mati karena diracun. Itu saya rasa hanya mencari alasan tak masuk akal,’’ kata Gito yang juga pengurus Pemuda Desa Giti tersebut.

Menurut Gito, ikan mati benar-benar karena limbah pabrik kelapa sawit (PKS). Sebab dari warna dan bau air, jelas bau limbah begitu juga dengan warna air yang terlihat kecoklatan,’’ jelas Gito.

Karenanya, Gito ingin semua pihak jujur. Sebab, dari beberapa sumber yang ia peroleh, aparat desa sudah dipanggil oleh pihak PT FAA untuk berunding. ‘’Kami ingin agar Badan Lingkungan Hidup (BLH) bisa menyampaikan hasil sampel air Sungai Giti. Selain itu, kami juga ingin agar pemerintah terkait dan ninik mamak agar tidak terbujuk dengan janji-janji pihak PT FAA,’’ ujar Gito yang diiyakan oleh beberapa warga lainya.

Sedangkan Manajer PT Fortius Agro Asia Bintang Tulus Siregar seperti yang telah dikonfirmasi beberapa hari lalu mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan kalau pencemaran Sungai Giti disebabkan PT FAA. ‘’Kita belum bisa pastikan. Kita tunggu saja hasil lab,’’ katanya.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Rokan Hulu Teddy Mirza Dal meminta agar pemerintah bersikap tegas. Tegas yang dimaksud Teddy, bila perusahaan tidak memenuhi atau menjalankan aturan standar, maka sebaiknya ditutup saja. ‘’Tutup saja perusahaaan yang tidak bekerja profesional. Sebab, itu sangat merugikan masyarakat sebagaimana halnya PT FAA. Karena dari laporan masyarakat tempatan, PT FAA tidak sosial dengan masyarakat,’’ tegas Teddy Mirza Dal.***

KARNA TATA RUANG YANG KURANG BAGUS

Kamis, 30 Juli 2009 , 08:30:00
Ganti Rugi Lahan SSK II
Pemprov Siapkan Rp70 Miliar

Laporan MASHURI KURNIAWAN, Pekanbaru mkurniawan@riaupos.com
Departemen Perhubungan (Dephub) RI memberikan wewenang penuh terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, guna melakukan ganti rugi lahan yang akan terkena dampak perluasan landasan pacu Bandara Sultan Syarif Kasim II.

Menindaklanjuti hal ini, Pemprov Riau menyiapkan anggaran sebesar Rp70 miliar yang akan direalisasikan pada 2010 untuk kegiatan tersebut. Kegiatan ini akan dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Emrizal Pakis menjelaskan, ganti rugi lahan perluasan Bandara SSK II masih dalam tahap pembicaraan secara lisan saja dengan Dephub RI dan Pemko Pekanbaru.

Untuk itulah, sambungnya, Pemprov Riau segera dilakukan pembicaraan lebih serius lagi mengenai ganti rugi lahan ini.

‘’Kita memang mempunyai keinginan melakukan ganti rugi lahan perluasan Bandara SSK II. Anggarannya memang ada. Tapi bentuknya seperti apa. Apakah penyertaan modal. Ini yang perlu didudukan dahulu,’’ ungkap Emrizal Pakis kepada Riau Pos, Rabu (29/7), di Kantor Gubernur Riau.

Berdasarkan informasi yang diterima Riau Pos di lapangan, perluasan bandara panjangnya dari 2.240 meter menjadi 2.500 meter lebih. Sedangkan untuk lebar bandara dari 39 meter menjadi 45 meter.(izl)