Sabtu, 05 Desember 2009

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan segera menurunkan tim independen untuk meninjau lahan gambut di Semenanjung Kampar

JAKARTA (RP) - Dalam waktu dekat ini Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan segera menurunkan tim independen untuk meninjau lahan gambut di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan.


Peninjauaan lahan seluas 42 ribu hektare ini terkait dengan adanya kontroversi yang muncul di tengah-tengah masyarakat bahwa lahan yang dikelola PT RAPP bisa merusak lingkungan, sehingga perlu ditinjau kebali proses izin yang diberikan.

‘’Direncanakan dalam minggu ini kita segera menurunkan tim independen yang kita bentuk, tim itu terdiri dari Departemen Kehutanan, Pemprov Riau, LIPI, perguruan tinggi serta

para ahli lahan gambut. Tim ini nantinya akan bekerja menentukan keberadaan lahan gambut tersebut, apakah memang ketebalannya sampai tiga meter atau lebih,’’ jelas Menhut ketika dikonfirmasi Riau Pos usai penerima penghargaan dari UNESCO di Hotel Gran Melia, Selasa (1/12) malam.

Dijelaskan Menhut, ketika nanti hasil dari tim independen yang juga ada para ahli lahan gambut, menyatakan bahwa keberadaan lahan tersebut akan mempengaruhi lingkungan kalau dibiarkan pengelolaan terus dilanjutkan, maka akan dihentikan kalau ternyata itu baik untuk masyarakat luas.

Namun sebaliknya, kalau hasil tersebut menunjukkan bahwa lahan tersebut tidak mencapai ketebalan tiga meter dan harus diperbaiki oleh perusahaan, maka pengelolaan akan terus dilanjutkan.

‘’Dalam menetapkan persoalan ini tentunya kita masih menunggu hasil dari tim independen kita, bukan berpedoman kepada aktivis Greenpeace yang kemungkinan besar tidak tahu dengan kondisi hutan kita, apakah betul merusak lingkungan atau sebaliknya. makanya untuk memastikan itu kita menurunkan langsung para ahli yang akan menentukan apakah mesti dihentikan atau dilanjutkan,’’ ujarnya.(yud)

KERINCI KANAN-Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Siak H Nuzirwan Aziz, memastikan kerusakan sekitar 14 hektar kebun sawit warga Desa Simpang Perak Jaya, Kerinci Kanan, disebabkan limbah RAPP. "Positif karena limbah RAPP. Berdasarkan hasil uji labor dari sampel yang kami ambil, memang kawasan tersebut tercemar limbah," tegas Kepala BLH Siak tersebut, Kamis (3/12) di sela-sela kegiatan Harganas dan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat di Koto Gasib.
Beberapa hari lalu, sejumlah anggota Kkelompok Tani Semangka hamparan 202, Desa Simpang Perak Jaya, mengadukan persoalan tersebut ke Komisi II DPRD Siak. Dua tahun sudah mereka menderita kerugian karena kebun mereka rusak. Komisi II yang menerima petani berjanji menindaklanjuti keluhan tersebut.
Berdasarkan pengakuan perwakilan warga bernama Handoko, ia dirugikan secara materi, karena hasil kebunnya sangat tidak sebanding dengan biaya perawatannya. Jika rata-rata hasil perkapling kebun sawit normal 5-6 ton per bulan, yang diperoleh petani korban limbah RAPP tersebut hanya berkisar 600 kg. Bahkan ada yang hanya panen 300 kg per kaplingnya.
"Kami sudah cukup sering mengadukan hal ini ke manajemen RAPP. Bahkan nyaris security di RAPP hapal benar dengan wajah-wajah kami, karena seringnya kami datang ke kantor mereka. Kami hanya berharap kebun kami dibenahi sebagaimana layaknya dan kompensasi atas kerugian yang kami derita diganti sesuai hasil kebun secara normal," ujar Handoko.
Ia bahkan menyebutkan, bahwa tidak ada itikad baik RAPP terhadap persoalan tersebut. Karena jika hal itu memang mau dilakukan RAPP, tentu sudah jauh-jauh hari dilakukannya.
Ketika masalah ini dikonfirmasikan ke pihak RAPP melalui humasnya Nandik Sufaryono, ia tidak dapat ditemui. Bahkan nomor hp yang biasa digunakannya juga tidak aktif. n ali



blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.

Kamis, 03 Desember 2009

Menhut Cabut Izin Sementara Perluasan HTI PT RAPP

Menhut Cabut Izin Sementara Perluasan HTI PT RAPP

Pekanbaru - Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan akhirnya nencabut izin sementara perluasan hutan tanaman industri (HTI) PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Riau. Pencabutan izin sementara itu disampaikan Menhut saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR.

"Menhut akhirnya menyetujui adanya jeda tebang di Riau. Pencabutan sementara ini kita sambut dengan baik. Kita berharap SK pencabutan sementara izin HTI PT RAPP segera dikeluarkan," kata Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau Hariansyah Usman dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (20/11/2009) .

Menurut keputusan Menhut itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi IV pada yang berlangsung selama dua hari, Rabu dan Kamis. Ketika rapat kerja itu, pihak Walhi diberi kesempatan untuk menyaksikan jalannya rapat tentang pembahasan masalah konflik kehutanan di Indonesia.

"Walau saat itu pembahasan secara nasional, namun sejumlah kasus yang terjadi di Riau menjadi perhatian khusus. Salah satunya yaitu tadi, Menhut menyetujui pencabutan izin sementara HTI PT RAPP," kata Hariansyah Usman.

Dalam rapat tersebut, lanjut Kaka, begitu sapaan akrabnya, dalam waktu dekat Menhut akan melakukan kunjungan kerja ke Riau. Kunjungan ini ingin melihat persoalan yang terjadi di lapangan.

"Menhut akan melakukan peninjauan langsung ke lokasi HTI RAPP yang saat ini terjadi penolakan dari kalangan aktivis dan masyarakat Riau," kata Kaka.

Pihak Walhi Riau juga akan memberikan masukan terhadap Menhut atas kondiri rill sejumlah perizinan yang selama ini dikeluarkan Menhut sebelumnya.

"Kami yakin kondisi riil di lapangan selama ini banyak yang tidak disampaikan secara utuh kepada Menhut. Karena itu kami di Jakarta sampai akhir bulan ini guna memberikan masukan kepada Menhut serta DPR RI tentang kondisi hutan Riau yang telah porak poranda," kata Kaka.

Walau saat ini pencabutan izin HTI RAPP seluas 115 ribu hektar itu sifatnya baru sementara, menurut Kaka, hal itu merupakan langkah maju. Dengan demikian, Menhut akan melihat langsung kondisi hutan hutan di Riau termasuk dugaan izin sebelumnya penuh dengan manipulasi.

"Kita mendukung langkah mencabutan sementara ini. Tentunya dengan harapan, setelah Menhut ke lapangan izin RAPP itu dicabut untuk selamanya," kata Kaka.


blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.

Laju Kerusakan Hutan 1,02 juta Ha per Tahun

MS Kaban: Laju Kerusakan Hutan 1,02 juta Ha per Tahun
MENHUT.GO.ID


MS Kaban
Jumat, 3 Juli 2009 | 11:41 WIB

BANDUNG, TRIBUN - Laju kerusakan hutan produksi di Indonesia mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Laju ini sebetulnya sudah berkurang signifikan dibandingkan empat tahun lalu.

Hal itu disampaikan Menteri Kehutanan MS Kaban dalam Diskusi Panel bertajuk Masa Depan Hutan dan Kehutanan Indonesia yang diselenggarakan di Graha Kompas-Gramedia Bandung, Jumat (3/7).

Acara ini diadakan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Ilmu Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Wiyana Mukti, Komunitas Pohon dan HU Kompas. "Dulu,empat tahun lalu sebelum bertugas, saya sempat worried (khawatir) dengan data 2,8 juta hektar hutan terdegradasi tiap tahun. Sekarang, turun di 1,08 juta ha. Saya yakin, ini bisa turun di bawah 1 juta hektar jika hotspot (wilayah kebakaran) hutan dan illegal logging bisa dikurangi," ucap Kaban.

Ia pun mengklaim, dengan upaya penagakan hukum terus menerus, angka penebangan liar bisa ditekan menjadi 200 kasus per tahun, dari sebelumnya 9.600 kasus per tahun.

Menurutnya, menjadi tantangan bagi pemerintahan ke depan untuk menekan angka laju kerusakan hutan. "Perlu konsistesi kebijakan kehutanan siapapun pemimpinnya nanti," ucapnya kemudian.

Ia khawatir, jika tidak dicegah laju deforistasi hutan produksi ini, dalam 15-16 tahun ke depan, hutan produksi akan lenyap. "Menjadi malapaetaka. Kita menciptakan kematian pada bangsa ini," ucapnya. (KOMPAS/Yulvianus Harjono)


blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya penataan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat.

Masih Ditemukan Perizinan Perkebunan Tumpang Tindih di Rohul

Masih Ditemukan Perizinan Perkebunan Tumpang Tindih di Rohul
4 Desember 2009


Laporan Engki Prima Putra, Pasirpangaraian engkiprima-putra@riaupos.com
Sampai saat ini masih ditemukan sejumlah perusahaan perkebunan yang beroperasi di Rokan Hulu, memiliki perizinan tumpang tindih.

Seharusnya kondisi itu tidak terjadi. Kedepan, Pemerintah Kabupaten Rohul akan meneliti perusahaan yang memiliki keabsahan perizinan yang dimilikinya.

Hal disampaikan Asisten I Setda Kabupaten Rohul H Zulfikar Achmad SH MH dalam ekpose Pemetaan dan evaluasi potensi kawasan perkebunan Kabupaten Rohul yang digelar, Kamis (3/11) oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rohul berdasarkan hasil survey Konsultan PT Tiara Kreasi Utama yang dilaksanakan di Aula Kantor Dishutbun Rohul.

Menurutnya, luas areal perizinan tumpang tindih perkebunan swasta/BUMN di Rohul ada dua kasus di kawasan APL, terjadi di Kecamatan Pendalian IV Koto seluas 99,59 hektar, Kunto Darussalam dan Bonai Darussalam seluas 5.458,10 hektare.

Zulfikar menyebutkan, luas areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan berdasarkan TGHK di Kabupaten Rohul seluas 220.095,47 hektare yang tersebar di 13 kecamatan. Sedangkan status areal kebun kelapa sawit milik rakyat berdasarkan TGHK di Rohul seluas 204.351, 24 hektare.

Selanjutnya status areal kebun kelapa sawit yang diduga kerjasama rakyat dengan perusahaan berdasarkan TGHK di Rohul seluas 53.009, 41 hektare.Sementara luas areal okupasi oleh perkebunan swasta/BUMN dan masyarakat Rohul yakni 6.255,37 hektar.

Terdiri Okupasi oleh perkebunan rakyat pada areal HPH PT Rokan Permai Timber di Kecamatan Tambusai Utara seluas 1.011 hektar.Okupasi oleh perkebunan rakyat pada areal HTI PT Sumatera Silva Lestari di Kecamatan Bangun Purba seluas 814,84 hektare.

Okupasi oleh areal perkebunan yang diduga milik atau bekerjasama dengan perkebunan swasta atau BUMN pada areal HPH PT Rokan Permai Timber di Kecamatan Tambusai Utara seluas 3.376, 53 hektare. Sedangkan okupasi oleh perkebunan swasta PT Torusganda pada areal HPH PT Rokan Permai Timber seluas 1.053 hektare.

Kepada Riau Pos, Kamis (3/12), Asisten I Setda Rohul Zulfikar mengatakan, adanya tren peningkatan luas kebun kelapa sawit di Kabupaten Rohul dari tahun ketahun, data tahun 2004 luas kebun sawit 254.431,76 hektare sedangkan tahun 2008 luas kebun sawit 477.456,12 hektare.

Kemudian lokasi kebun sawit terluas di Kabupaten Rohul berada di Kecamatan Tambusai Utara yaitu 109.092,52 hektare, sedangkan yang terkecil berada di Kecamatan Rambah seluas 2.291,40 hektar.Untuk luas kebun perusahaan yang terluas terdapat di Kecamatan Kepenuhan seluas 34.924,57 hektare sedangkan perkebunan rakyat terluas di Kecamatan Tambusai Utara seluas 65.970,84 hektare.

Selain masih terdapatnya perizinan tumpang tindih antar perusahaan perkebunan yang terdapat dua kasus, lanjutnya, ditemukan adanya okupasi terhadap areal yang masih dibebani hak oleh pelaku usaha perkebunan dan terdapat areal perkebunan yang berada dalam areal yang tidak sesuai peruntukkannya (kawasan hutan) oleh pelaku usaha perkebunan.

Zulfikar menyebutkan, berdasarkan data hasil identifikasi luas areal perkebunan seluas 477.456 hektar (BUMN/PBS/Perkebunan Rakyat) diketahui estimasi nilai pendapatan dari PBB sebesar Rp24,6 miliar, lebih tinggi jika dibandingkan perkiraan penerimaan PBB atas dasar luas perkebunan tahun 2004 (254.431,76 hektare) yaitu sebesar Rp15 miliar.

‘’Bagi areal yang tidak sesuai peruntukannya akan didata ulang kembali, agar tidak terjadi konflik dalam pemanfaatannya,’’jelasnya.***



blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.

Mandah, Kecamatan Tua yang Penuh Sejarah

Mandah, Kecamatan Tua yang Penuh Sejarah
Banyak Situs Kuno yang Terabaikan di Mandah
4 Desember 2009

Laporan YON WAHYUDI, Mandah yonwahyudi@riaupos.com
Ditilik dari keberadaannya, Kecamatan Mandah tergolong daerah tua di Indragiri Hilir (Inhil). Banyak bukti sejarah yang membuktikan tuanya daerah ini. Beberapa bukti sejarah itupun sudah ada yang tinggal kenangan karena tidak tampak lagi kasat mata.

Salah satu objek wisata yang masih tersisa adalah rumah dan bangunan penjajahan kolonial Belanda, alat-alat perang zaman kemerdekaan. Beberapa objek religi seperti seperti makam para penyiar agama Islam di masa dahulu juga mudah ditemukan pada Kecamatan Mandah.

Salah satu rumah peninggalan Belanda adalah, Rumah Kuning. Itu adalah bangunan yang masih berdiri di pinggir sungai di tengah Kota Khariah Mandah. Berdasarkan penjelasan kalangan tua yang mengetahui sejarahnya, rumah itu dinamakan rumah kuning. Karena sejak awal berdirinya sudah diberi cat kuning yang sangat menyolok. Rumah itu diketahui sebagai tempat tinggal wedana.

Bangunan tersebut berbentuk panggung, memiliki ketinggian hampir dua meter darai permukaan tanah. Saat ini tiangnya dibeton, dan dindingnya telah dipugar. Ketika ada acara besar, biasanya selalu digelar pada rumah tersebut.

‘’Rumah itu selain tempat tinggal. Dulunya juga sebagai Kantor Kepala Pemerintahan Perwakilan Belanda di Mandah. Ketika itu dikenal dengan sebutan Amir. Sekarang kondisi bangunan ini mulai memprihatinkan, padahal memiliki sejarah tinggi,’’ kata HM Ali Hanafiah, salah seorang tokoh warga Mandah kepada Riau Pos, Kamis (3/12).

Peninggalan sejarah dengan nuansa religius juga ada di Mandah, seperti keberadaan pemakaman H Encik Ahmad Gerunggang dan dua orang sahabatnya yakni Said Ahmad dan Wan Ahmad. Mereka bertiga adalah pasangan ‘’Tiga Serangkai’’ yang dikenal sebagai orang yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam di kawasan tersebut bahkan sampai ke Kepulauan Riau dan Johor, sehingga menjadikan kawasan Mandah sebagai daerah yang kental akan warisan ke-Islaman di Kabupaten Inhil.

Menurut penuturan kalangan warga, Kompleks Datuk Gerunggang, awal mula ditemukan sekitar tahun 1970, atas prakarsa ahli warisnya yang sebagian masih bermukim di Mandah. Penyebar agama Islam inipun masih termasuk kerabat Bupati Inhil, H Indra Muchlis Adnan.

Konon, penemuan makam ini bermula dari wangsit yang diterima oleh ahli warisnya. Diperkirakan Datuk Geronggang meninggal dunia sekitar 1.650 silam. Kepala Dinas Pariwisata Inhil, Drs H Tantawi Jauhari kepada wartawan belum lama ini menegaskan, upaya untuk melakukan penyelamatan situs dan bangunan bersejarah tetap menjadi perhatian pihaknya dan sudah dilakukan berbagai macam upaya. Upaya penyelamatan menurut dia harus tetap dilakukan. Apalagai situs sejarah itu menggambarkan bagaimana perjalanan daerah ini.

Oleh sebab itu, seluruh situs bersejarah menurut dia akan dicek keberadaannya. Bagi yang memerlukan penanganan, pihaknya akan berupaya untuk melakukan pemugaran. ‘’Kita akan cek tiap objek bersejarah, karena memang harus dilindungi,’’ ujar Tantawi Jauhari.***



blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.

peta HTI RAPP disemenanjung kampar




dicabutnya sementara izin HTI RAPP disemenanjung kampar hanya untuk sementara(sampai bulan maret).

Pekanbaru (ANTARA News) - LSM lingkungan Greenpeace berencana menggugat Permenhut P.14/Menhut-II/2009 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena menilai peraturan terkait pemberian izin alih fungsi hutan alam menjadi perkebunan akasia dinilai menyebabkan kerusakan lingkungan di Provinsi Riau.

"Permenhut itu mengakibatkan kerugian dari kerusakan lingkungan karena mengakibatkan hutan alam terutama di kawasan gambut dalam di Riau rusak dan beralih fungsi demi kepentingan perusahaan," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara, Bustar Maitar, di Pekanbaru, Minggu.

Bustar menjelaskan, peraturan tersebut diterbitkan oleh MS Kaban beberapa saat sebelum masa jabatannya berakhir sebagai Menteri Kehutanan pada tahun 2009.

Peraturan itu membuat izin rencana kerja tahunan (RKT) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) tidak lagi ditandatangani oleh Kepala Dinas Kehutanan Riau dan diambil alih oleh Dirjen Bina Produksi Departemen Kehutanan.

Sejak dikeluarkannya peraturan tersebut, sekitar 318.360 hektar hutan alam di Provinsi Riau berubah fungsi menjadi kebun akasia untuk hutan tanaman industri.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Riau, alih fungsi ratusan ribu hektare hutan alam tersebut berlandaskan pada 24 RKT IUPHHK-HT pada tahun 2009 yang langsung dikeluarkan oleh Dephut.

Potensi kayu yang berada di areal RKT hutan alam tersebut sangat besar karena mencapai 12,28 juta meter kubik.

"Menhut menilai peraturan itu dibuat karena adanya stagnasi RKT di Riau, namun Kepala Dinas Kehutanan Riau membantah hal itu dengan mengirimkan surat ke Menhut bahwa keputusan tidak mengeluarkan RKT dikarenakan lokasinya di hutan alam dan kawasan gambut yang dalamnya lebih dari tiga meter yang seharusnya dilindungi," katanya.

Selain itu, peraturan itu juga menjadi masalah baru akibat perizinan terhadap RKT yang diberikan diduga cacat hukum dan mengakibatkan konflik antara masyarakat di sekitar hutan dan perusahaan.

Ia menambahkan, Greenpeace sedang mengumpulkan bahan untuk melakukan gugatan yang akan segera dikirimkan ke PTUN.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau Zulkifli Yusuf mengatakan kerusakan hutan di Riau disebabkan aturan yang dibuat tumpang tindih terutama aturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.

"Karena Menteri yang lama (MS Kaban) pada mei 2008, tidak akan ada lagi penambahan HTI di Riau. Tapi mengapa tahun 2009 `meledak` masih ada lagi izin yang keluar. Apalah daya saya," kata Zulkifli Yusuf.(*)

blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.