Sabtu, 16 Januari 2010

RTRWP Menuai Masalah di ROHUL

RTRWP Menuai Masalah
Desa Berumur 300 Tahun Terancam Hilang di Rohul
12 Januari 2010



DEMO: Massa menggelar demo menolak penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang baru buat, karena dikhawatirkan dapat menghapus sebagian wilayah pemukiman penduduk, Senin (11/1/2010).(mirshal/riaupos)
PEKANBARU (RP) - Puncak masalah RTRWP bermula pada Kamis (7/1) lalu, saat Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau Emrizal Pakis melakukan ekspose tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau kepada seluruh bupati dan wali kota se-Riau.


DALAM penjelasannya, bahwa telah dilakukan perubahan atau revisi Peraturan Daerah Nomor 10/1994 tentang RTRWP, masa berlaku 2007-2026. Yang mana salah satunya berkaitan dengan status perluasan hutan di Rokan Hulu (Rohul).

Mengenai penetapan luas kawasan hutan tersebut, berdampak buruk pada konsekuensi tercaploknya daerah pemukiman masyarakat yang sudah ada sejak 300 tahun lalu. Beberapa kampung ini berpenduduk 72.000 jiwa lebih.

Beberapa kampung atau desa yang akan menuai dampak karena RTRWP Riau ini adalah Kecamatan Rokan IV Koto yang meliputi Desa Timbawan, Lubuk Ingou, Tandikan, Cipang Kiri Hilir, Cipang Kanan yang rencananya akan menjadi kawasan hutan lindung. Ini tidak sesuai harapan dari masyarakat Rohul yang menginginkan desa ini tetap dijadikan HPT atau kawasan Budi Daya Kehutanan.

Selanjutnya, Kecamatan Rambah meliputi Desa Sungai Bungo, HPT Kaiti-Kubu Pauh yang akan menjadi kawasan hutan lindung. Sedangkan harapan masyarakat atau usulan Pemkab Rohul tetap dijadikan HPT atau Kawasan Budi Daya Kehuatanan.

Kemudian, Kecamatan Tambusai Utara yang meliputi Desa Mahato (30.000 jiwa bertempat tinggal di Desa Mahato, red). Dalam revisi Perda Nomor 10/1994, tentang RTRWP dijadikan Hutan Produksi. Padahal usulan Pemkab

Rohul sudah harus dikeluarkan atau inclave dari Kawasan Hutan Produk Terbatas, bukan dijadikan hutan produksi.

Daerah lainnya yang bakal terkena dampak RTRWP adalah Kecamatan Kabun yang meliputi Desa Aliantan. Rencananya Desa Aliantan akan dijadikan Areal Penggunaan Lain (APL) ataupun kawasan Hutan Lindung Suligi.

Bila memang diteruskan RTRWP ini dapat dipastikan masyarakat di empat kecamatan ini terancam tidak akan memiliki tempat tinggal lagi. Sebab, tempat tinggal yang mereka huni selama ratusan tahun lalu berubah.

Tokoh Masyarakat Rohul H Irvansyah yang juga Ketua Perhimpunan Tempat Pengaduan Rohul mengatakan, wacana RTRWP perlu mendapatkan pengkajian ulang oleh pemerintah. Karena, masyarakat terpaksa pindah entah kemana lagi.

Desa yang sudah berdiri ratusan tahun lamanya atau saat Agama Islam masuk ke Rohul, perkampungannya akan musnah begitu saja karena perubahan kawasan. Masyarakat harus pindah kemana lagi, menurut dia, ini harus dipikirkan pemerintah dalam membuat sebuah kebijakan.

Ketua Aliansi Mahasiswa Masyarakat Rohul Bersatu, Jupendri menambahkan, dalam membuat RTRWP sudah seharusnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau dan Pemkab Rohul saling bersinergi. Pemkab Rohul yang lebih mengetahui lebih banyak mengenai fakta dilapangan hendaknya bisa memberikan informasi lebih akurat lagi kepada Pemprov Riau.

Menanggapi ini Kepala Bappeda Riau, Emrizal Pakis menyampaikan, RTRWP belum final. Dalam pengerjaan RTRWP masih dalam proses yang belum terselesaikan sampai sekarang. Usulan dari masyarakat Rohul, sambungnya, merupakan acuan kembali untuk perubahan RTRWP kedepannya.

‘’RTRWP sebuah proses. Informasi masyarakat sangat kita harapkan dalam pembuatan RTRWP. Berikan kami masukan sebanyak-banyaknya untuk menjadi bahan pertimbangan,’’ ungkapnya kepada Riau Pos, Senin kemarin, usai menerima ratusan demonstran dari Aliansi Masyarakat Rohul Bersatu, di Halaman Kantor Bappeda Riau Pekanbaru.

Menurut dia, tidak mungkin pemerintah ingin menyengsarakan masayrakatnya dalam membuat sebuah kebijakan. Sebaliknya, pemerintah sangat berkeinginan apa yang dilakukan dalam sebuah kebijakan bisa berdampak bagi perkembangan suatu kawasan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

Tak Akan Setuju
Dalam pada itu, Bupati Rokan Hulu Drs H Achmad MSi menegaskan, pihaknya tidak akan meneken Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau yang telah disusun oleh Pemprov Riau, sebelum tim Pemprov Riau dan Pusat menyesuaikan apa yang telah diusulkan oleh pemerintah daerah Rohul sebelumnya.

Karena, pada prinsipnya yang mengetahui kondisi suatu daerah itu adalah kepala daerahnya. Dimana sebelum direvisi RTRW Riau itu, tim Pemprov Riau, Dephut RI bersama Pemkab Rohul telah turun ke lapangan melihat kondisi daerah Rohul yang sebenarnya.(new/epp/hpz)


blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.

Tidak ada komentar: