Pengrusakan Hutan Adat Mendapat Protes
Jumat, 04 Desember 2009 | 19:14PEKANBARU (satuRiau) - Pencaplokan dan pembabatan hutan adat Suku Talang Mamak di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) semakin menjadi-jadi. Lahan seluas 1400 hektar di Desa Durian Cacar dan Desa Sungai Eko sekarang dirambah perusahaan.
Tokoh Masyarakat Talang Mamak Inhu, Patih Laman kepada wartawan, mengatakan, kehidupan suku asli saat ini semakin terancam. Perusahaan Bukit Betabuh Sungai Indah (BBSI) dan pendatang saat ini telah meluluhlantakan hutan adat. Para perambah tidak lagi menghargai keberadaan suku asli pedalaman Indragiri Hulu.
"Para pendatang dan perusahaan seakan tidak segan-segan mencaplok, merambah dan memperjualkan tanah adat kami. Kami tidak memiliki kekuatan untuk mencegah," katanya.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhu melalui instansi terkait yakni Dinas Kehutanan dan Perkebunan terkesan kurang peduli menertibkan aksi pembabatan hutan adat yang semestinya dilindungi.
Dikatakan, dalam masalah ini Pemkab Inhu yang diharapkan sebagai tempat mengadu, terkesan tidak peduli dengan apa yang dialami Suku Talang Mamak ini. Karena menurut Patih Laman, permasalahan pencaplokan tanah adat Suku Talang Mamak telah disampaikan kepada DPRD Indragiri Hulu, tapi tidak ada tanggapan.
Bahkan pria berusia 90 tahun yang pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru dari Pemerintah Pusat saat pemerintahan Presiden Megawaty ini, menyebutkan, dia meresa heran dengan prilaku pemerintah setempat yang tidak peduli. Karena para perambah hutan alam di daerah ini sangat bebas melakukan penjarahan dan jual beli kawasan hutan adat.
"Pemkab Inhu terkesan tutup mata. Negeri ini sangat aneh, orang sangat bebas memperjualbelikan hak orang secara terangan tanpa ada sanksi hukum sama sekali. Kejadian pengrusakan hutan adat ini sudah berlangsung sejak tahun 2004 silam," kata
penerima penghargaan Kalpataru tahun 2003 lalu ini.
Rasa kekecewaan dengan Pemkab Inhu ini katanya, sudah sangat mendalam. Pasalnya sebagai tokoh masyarakat Suku Talang Mamak, ia bersama masyarakatnya telah berusaha sekuat tenaga untuk mencegah perambahan dan pencaplokan hutan tanah adat ini. Bahkan permasalahan ini telah pula disampaikan kepada pemerintah setempat.
"Kami Kecewa dengan Pemkab Inhu. Kami tidak dianggap ada oleh Pemkab, buktinya pengrusakan hutan semena-mena mencaplok hutan yang selama ini kami jaga kelestariannya. Kami kawatir jika pemerintah daerah ini masih saja acuh tidak acuh dengan apa yang kami hadapi saat ini, maka bisa saja terjadi pertumbahan darah," katanya. [**/drd]
blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.
Pusat Belum Sahkan RTRWP Riau
-
10 Maret 2010
Laporan ADRIAN EKO, Pekanbaru
adrianeko@riaupos.com
Hingga saat ini, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau masih
belum disahkan pu...
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar