JAKARTA (RP) - Dalam waktu dekat ini Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan segera menurunkan tim independen untuk meninjau lahan gambut di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan.
Peninjauaan lahan seluas 42 ribu hektare ini terkait dengan adanya kontroversi yang muncul di tengah-tengah masyarakat bahwa lahan yang dikelola PT RAPP bisa merusak lingkungan, sehingga perlu ditinjau kebali proses izin yang diberikan.
‘’Direncanakan dalam minggu ini kita segera menurunkan tim independen yang kita bentuk, tim itu terdiri dari Departemen Kehutanan, Pemprov Riau, LIPI, perguruan tinggi serta
para ahli lahan gambut. Tim ini nantinya akan bekerja menentukan keberadaan lahan gambut tersebut, apakah memang ketebalannya sampai tiga meter atau lebih,’’ jelas Menhut ketika dikonfirmasi Riau Pos usai penerima penghargaan dari UNESCO di Hotel Gran Melia, Selasa (1/12) malam.
Dijelaskan Menhut, ketika nanti hasil dari tim independen yang juga ada para ahli lahan gambut, menyatakan bahwa keberadaan lahan tersebut akan mempengaruhi lingkungan kalau dibiarkan pengelolaan terus dilanjutkan, maka akan dihentikan kalau ternyata itu baik untuk masyarakat luas.
Namun sebaliknya, kalau hasil tersebut menunjukkan bahwa lahan tersebut tidak mencapai ketebalan tiga meter dan harus diperbaiki oleh perusahaan, maka pengelolaan akan terus dilanjutkan.
‘’Dalam menetapkan persoalan ini tentunya kita masih menunggu hasil dari tim independen kita, bukan berpedoman kepada aktivis Greenpeace yang kemungkinan besar tidak tahu dengan kondisi hutan kita, apakah betul merusak lingkungan atau sebaliknya. makanya untuk memastikan itu kita menurunkan langsung para ahli yang akan menentukan apakah mesti dihentikan atau dilanjutkan,’’ ujarnya.(yud)
KERINCI KANAN-Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Siak H Nuzirwan Aziz, memastikan kerusakan sekitar 14 hektar kebun sawit warga Desa Simpang Perak Jaya, Kerinci Kanan, disebabkan limbah RAPP. "Positif karena limbah RAPP. Berdasarkan hasil uji labor dari sampel yang kami ambil, memang kawasan tersebut tercemar limbah," tegas Kepala BLH Siak tersebut, Kamis (3/12) di sela-sela kegiatan Harganas dan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat di Koto Gasib.
Beberapa hari lalu, sejumlah anggota Kkelompok Tani Semangka hamparan 202, Desa Simpang Perak Jaya, mengadukan persoalan tersebut ke Komisi II DPRD Siak. Dua tahun sudah mereka menderita kerugian karena kebun mereka rusak. Komisi II yang menerima petani berjanji menindaklanjuti keluhan tersebut.
Berdasarkan pengakuan perwakilan warga bernama Handoko, ia dirugikan secara materi, karena hasil kebunnya sangat tidak sebanding dengan biaya perawatannya. Jika rata-rata hasil perkapling kebun sawit normal 5-6 ton per bulan, yang diperoleh petani korban limbah RAPP tersebut hanya berkisar 600 kg. Bahkan ada yang hanya panen 300 kg per kaplingnya.
"Kami sudah cukup sering mengadukan hal ini ke manajemen RAPP. Bahkan nyaris security di RAPP hapal benar dengan wajah-wajah kami, karena seringnya kami datang ke kantor mereka. Kami hanya berharap kebun kami dibenahi sebagaimana layaknya dan kompensasi atas kerugian yang kami derita diganti sesuai hasil kebun secara normal," ujar Handoko.
Ia bahkan menyebutkan, bahwa tidak ada itikad baik RAPP terhadap persoalan tersebut. Karena jika hal itu memang mau dilakukan RAPP, tentu sudah jauh-jauh hari dilakukannya.
Ketika masalah ini dikonfirmasikan ke pihak RAPP melalui humasnya Nandik Sufaryono, ia tidak dapat ditemui. Bahkan nomor hp yang biasa digunakannya juga tidak aktif. n ali
blogs ini dibuat agar kita sama-sama memahami arti pentingnya pemetaan ruang provinsi riau yang berbasiskan masyarakat, dan menempatkan setiap ruang provinsi riau sesuai dengan peraturan yang di sepakati bersama, serta tidak merugikan ekologi dan masyarakat yang ada.
Pusat Belum Sahkan RTRWP Riau
-
10 Maret 2010
Laporan ADRIAN EKO, Pekanbaru
adrianeko@riaupos.com
Hingga saat ini, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau masih
belum disahkan pu...
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar