Selasa, 11 Agustus 2009

Bahan Analisa Kajian Tata Ruang KABUPATEN PELALAWAN

Peta Geografis

Luas kabupaten Pelalawan adalah 12.490,42 Km2. Secara geografis, Pelalawan berada di 00° 46,24' LU sampai 00° 24,34 LS dan 101° 30,37' BT sampai dengan 103° 21,36'.

Sebagian besar wilayahnya adalah daratan dan hanya sebagian kecil yang berupa perairan. Pelalawan memeiliki beberapa pulau yang relatif besar, diantaranya Pulau Mendul, Pulau Serapung, Pulau Lebuh, Pulau Muda dan beberapa pulau kecil seperti Pulau Ketam, Pulau Tugau dan Pulau Labu.
Sebagian besar daratan wilayah Kabupaten Pelalawan merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar antara 3 ~ 6 meter, dengan kemiringan lahan rata-rata ± 0 ~ 15% dan 15 ~ 40%. Daerah/kota yang tinggi adalah Sorek I dengan ketinggian ± 6 meter dan yang terendah adalah Teluk Dalam (Kecamatan Kuala Kampar) dengan ketinggian ± 3.5 meter.
Di wilayah Kabupaten Pelalawan terdapat sebuah Sungai Kampar yang panjangnya ± 413.5 Km, dengan kedalaman rata-rata ± 7,7 meter dan lebar rata-rata ± 143 meter. Sungai ini dan anak sungainya berfungsi sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih, budi daya perikanan dan irigrasi.

Wilayah dataran rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya merupakan dataran rawa gambut, dataran aluvium sungai dengan daerah dataran banjirnya. Dataran ini dibentuk oleh endapan aluvium muda dan aluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung, sisa tumbuhan dan gambut. Sedangkan wilayah berikut dan bergelombang tanahnya termasuk jenis orgonosal (hostosal) dan humus yang mengandung bahan organik.

Dibelah oleh aliran sungai Kampar, kabupaten Pelalawan memilik beberapa pulau yang relatif besar yaitu: Pulau Mendol, Pulau Serapung dan Pulau Muda serta pulau-pulau yang tergolong kecil seperti: Pulau Tugau, Pulau Labuh, pulau Baru Pulau Ketam, Pulau Untut.

Luas seluruh wilayah kabupaten Pelalawan adalah sebesar: 12.647,29 Km2 (Luas Kecamatan-kecamatan ini diukur berdasarkan peta batas wilayah kecamatan dan telah ditetapkan melalui Surat Bupati No.050/Bappeda-B/2000/212, tentang batas dan luas wilayah kabupaten dan kecamatan).

Batas Wilayah

Menurut Bab II, Pasal 14, UU RI Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan, Batas Wilayah, dan Ibukota:

Daftar Kecamatan

  1. Kecamatan Langgam, dengan ibukota : Langgam
  2. Kecamatan Pangkalan Kerinci, dengan ibukota : Pangkalan Kerinci
  3. Kecamatan Pangkalan Kuras, dengan ibukota : Sorek Satu
  4. Kecamatan Pangkalan Lesung, dengan ibukota : Pangkalan Lesung
  5. Kecamatan Ukui, dengan ibukot, dengan ibukota : Ukui Satu
  6. Kecamatan Kuala Kampar, dengan ibukota : Teluk Dalam
  7. Kecamatan Kerumutan, dengan ibukota : Kerumutan
  8. Kecamatan Teluk Meranti, dengan ibukota Teluk Meranti
  9. Kecamatan Bunut, dengan ibukota Pangkalan Bunut
  10. Kecamatan Pelalawan, dengan ibukota Pelalawan
  11. Kecamatan Bandar Sekijang, dengan ibukota Sekijang
  12. Kecamatan Bandar Petalangan, dengan ibukota Sesapan
Luas kabupaten Pelalawan adalah 12.490,42 Km2. Secara geografis, Pelalawan berada di 00° 46,24' LU sampai 00° 24,34 LS dan 101° 30,37' BT sampai dengan 103° 21,36'.

Kabupaten Pelalawan pada dasarnya terdiri dari daratan, dan perairan. Adapun daratan merupakan perbukitan dan dataran, sedangkan perairan terdiri dari Sungai, dan laut. Kabupaten Pelalawan memiliki beberapa pulau yang relatif besar, diantaranya Pulau Mendul, Pulau Serapung, Pulau Lebuh, Pulau Muda dan beberapa pulau kecil, seperti Pulau Ketam, Pulau Tugau dan Pulau Labu

Batas Administratif

Sebelah Utara dengan Kabupaten Siak
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir
Sebelah Barat dengan Kabupaten Kampar dan Indragiri Hulu
Sebelah Timur dengan Kabupaten Karimun, Kabupaten Kepri dan Kabupaten Bengkalis

Kabupaten Pelalawan terdiri dari 12 kecamatan, 4 kecamatan definitif, sedangkan lainnya merupakan kecamatan pembantu.

Kecamatan definitif:

1. Langgam, luas 916,61 Km2

2. Bunut, luas 1.339,96 Km2

3. Pangkalan Kuras, luas 2.158,68 Km2

4. Kuala kampar, luas 4.656,34 Km2

Kecamatan pembantu:

1. Pangkalan Kerinci, luas 616,40 Km2

2. Ukui, luas 407,73 Km2

3. Pelalawan, luas 930,63 Km2

4. Pangkalan Lesung, luas 472,75 Km2

5. Kerumutan, luas 773,86 Km2

6. Teluk Meranti, luas 217, 49 Km2

7. Kecamatan Bandar Petalangan, Luas 365.26 Km2

8. Kecamatan Bandar Sekijang, Luas 98.90 Km2

Struktur wilayah merupakan daratan rendah dan bukit-bukit. Dataran rendah membentang kearah Timur dengan luas wilayah mencapai 93 persen dari total keseluruhan.

Secara fisik sebagian wilayah ini merupakan daerah konservasi dengan karakteristik tanah pada bagian tertentu bersifat asam dan merupakan tanah organik, air tanahnya payau, kelembaban dan temperatur udara agak tinggi.

Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Pelalawan hasil proyeksi yang dilakukan oleh BPS Pelalawan tahun 2007 adalah 276.353 jiwa, yang terd. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam yakni 257.447 jiwa dan lainnya beragama Protestan, Katolik, Hindu dan Budha.

Mata pencaharian cukup beragam, diantaranya sebagai, Pengusaha, Pedagang, Buruh, Petani, Nelayan, Tukang, dan lain-lain.


KEHUTANAN
Pembangunan sunannya sub sektor kehutanan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pada tabel Luas Hutan Menurut Peruntukannya dan Kecamatan di Kabupaten Pelalawan Tahun 2007, luas hutan di daerah ini lebih kurang 725.945 ha. Jika dirinci menurut penggunaanya sebagian besar yaitu sekitar 88,97 % adalah Hutan Produksi

LUAS HUTAN MENURUT PERUNTUKANNYA DAN KECAMATAN
DI KABUPATEN PELALAWAN TAHUN 2007






Kecamatan/ Luas Hutan Berdasarkan Peruntukannya/Area Of Forest By Utilization
District Hutan Hutan TN Suaka Marga Jumlah

Produksi Bakau Tesso Nilo Satwa
1 2 3 4 5 6
Langgam 90.544 - - - 90.544
Pkl.Kerinci - - - - -
Bandar Sei Kijang - - - - -
Pkl.Kuras 63.672 - - - 63.672
Ukui 67.868 - 36.872 - 104.740
Pkl.Lesung 534 - - - 534
Bunut 21.185 - - - 21.185
Pelalawan 81.044 - - - 81.044
Bandar Petalangan 15.369 - - - 15.369
Kuala Kampar 13.094 7.142 - - 20.236
Kerumutan 27.154 - - 18.607 45.761
Teluk Meranti 265.404 1.425 - 16.031 282.860
Jumlah/total 645.868 8.567 36.872 34.638 725.945


RENCANA TATA RUANG




3 Aspek Pemanfaatan Ruang:

  • Kawasan Lindung : 138.134 Ha
  • Kawasan Budidaya Non Pertanian : 90.208 Ha
  • Kawasan Budidaya Pertanian : 953.566 Ha
    (Wilayah Lautan seluas 67.134 Ha)

Seluruh kawasan tersebar pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP).

  • SWP I dengan luas 188.806 Ha, merupakan pusat pengembangan utama yang berpusat di Kecamatan Pangkalan Kerinci dengan wilayah pengaruh Kecamatan Pangkalan Kerinci, Kecamatan Pelalawan, dan khusus Desa Kemang Kecamatan Pangkalan Kuras.
  • SWP II dengan luas 132.413 Ha, merupakan bagian pengembangan SWP I yang berpusat di Kecamatan Langgam.
  • SWP III dengan luas 292.512 Ha, merupakan bagian pengembangan SWP I yang berpusat di Sorek I Kecamatan Pangkalan Kuras dengan wilayah pengaruh Kecamatan Pangkalan Kuras, Kecamatan Pangkalan Lesung dan Kecamatan Ukui.
  • SWP IV dengan luas 187.984 Ha, merupakan bagian pengembangan SWP I yang berpusat di Pangkalan Bunut Kecamatan Bunut dengan wilayah pengaruh Kecamatan Bunut dan Kecamatan Kerumutan.
  • SWP V dengan luas 346.594 Ha, merupakan bagian pengembangan SWP I yang berpusat di Teluk Meranti Kecamatan Teluk Meranti.
  • SWP VI dengan luas 100.734 Ha, merupakan bagian wilayah pengembangan yang berpusat di Teluk Dalam dengan wilayah pengaruh Kecamatan Kuala Kampar.
SEJARAH PELALAWAN





Sultan Syarif Harun Marhum Setia Negara
(Sultan Terakhir, 1941-1946)

Wilayah kerajaan Pelalawan yang sekarang menjadi Kabupaten Pelalawan, berawal dari Kerajaan Pekantua yang didirikan oleh Maharaja Indera (sekitar tahun 1380 M). Beliau adalah bekas Orang Besar Kerajaan Temasik (Singapura) yang mendirikan kerajaan ini setelah Temasik dikalahkan oleh Majapahit dipenghujung abad XIV. Sedangkan Raja Temasik terakhir yang bernama Permaisura (Prameswara) mengundurkan dirinya ke Tanah Semenanjung, dan mendirikan kerajaan Melaka.

Maharaja Indera (1380-1420 M) membangun kerajaan Pekantua di Sungai Pekantua (anak sungai Kampar, sekarang termasuk Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan) pada tempat bernama "Pematang Tuo" dan kerajaannya dinamakan "Pekantua". Selain itu Maharaja Indera membangun candi yang bernama "Candi Hyang" di Bukit Tuo (lazim juga disebut Bukit Hyang), namun sekarang lebih dikenal dengan sebutan "Pematang Buluh" atau Pematang Lubuk Emas, sebagai tanda syukurnya dapat mendirikan kerajaan Pekantua. Raja-raja Pekantua yang pernah memerintah setelah Maharaja Indera adalah Maharaja Pura (1420-1445 M), Maharaja Laka (1445-1460 M), Maharaja Sysya (1460-1460 M). Maharaja Jaya (1480-1505 M). Pekantua semakin berkembang, dan mulai dikenal sebagai bandar yang banyak menghasilkan barang-barang perdagangan masa lalu, terutama hasil hutannya. Berita ini sampai pula ke Melaka yang sudah berkembang menjadi bandar penting di perairan Selat Melaka serta menguasai wilayah yang cukup luas, oleh karena itu Melaka bermaksud menguasai Pekantua, sekaligus mengokohkan kekuasaannya di Pesisir Timur Sumatera. Maka pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477 M), dipimpin oleh Sri Nara Diraja, Melaka menyerang Pekantua, dan Pekantua dapat dikalahkan. Selanjutnya Sultan Masyur Syah mengangkat Munawar Syah (1505-1511 M) sebagai Raja Pekantua. Pada upacara penabalan Munawar Syah menjadi raja Pekantua, diumumkan bahwa Kerajaan Pekantua berubah nama menjadi "Kerajaan Pekantua Kampar" dan sejak itu kerajaan Pekantua Kampar sepenuhnya berada dalam naungan Melaka. Pada masa inilah Islam mulai berkembang di Kerajaan Pekantua Kampar.

Setelah Munawar Syah mangkat, diangkatlah puteranya Raja Abdullah, menjadi Raja Pekantua Kampar (1511-1515 M). Di Melaka, Sultan Mansyur Syah mangkat, digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah I, kemudian mangkat dan digantikan oleh Sultan Mahmud Syah I. Pada masalah inilah kerajaan Melaka diserang dan dikalahkan oleh Portugis (1511 M). Sultan Mahmud Syah I mengundurkan dirinya ke Muar, kemudian ke Bintan dan sekitar tahun 1526 M sampai ke Pekantua Kampar.

Raja Abdullah (1511-1515 M), raja Pekantua Kampar yang masih keluarga dekat Sultan Mahmud Syah I, yang turut membantu melawan Portugis akhirnya tertangkap dan dibuang ke Gowa. Oleh karena itulah ketika Sultan Mahmud Syah I sampai di Pekantua (1526 M) langsung dinobatkan menjadi Raja Pekantua Kampar (1526-1528 M) dan ketika beliau mangkat diberi gelar "Marhum Kampar". Makamnya terletak di Pekantua Kampar dan sudah berkali-kali dipugar oleh raja-raja Pelalawan. Pemugaran terakhir dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau dan pemerintah Negeri Melaka, Malasysia).

Sultan Mahmud Syah I setelah mangkat digantikan oleh puteranya dari isterinya Tun Fatimah, yang bernama Raja Ali, bergelar "Sultan Alauddin Riayat Syah II". Tak lama kemudian, beliau meninggalkan Pekantua ke Tanah Semananjung, mendirikan negeri Kuala Johor, beliau dianggap pendiri Kerajaan Johor. Sebelum meninggalkan Pekanbatu, beliau menunjuk dan mengangkat Mangkubumi Pekantua (1530-1551 M)), yang bernama Tun Perkasa dengan gelar "Raja Muda Tun Perkasa". Tun Hitam (1551-1575 M), Tun Megat (1575-1590 M).

Ketika dipimpim oleh Sultan Abdul Jalil Syah (cucu Sultan Alauddin Riayat Syah II, Raja Pekantua Kampar, kerajaan Johor telah berkembang pesat. Oleh karena itu Tun Megat, merasa sudah sepantasnya untuk mengirim utusan ke Johor untuk meminta salah seorang keturunan Sultan Alauddin Riayat Syah II kembali ke Pekantua Kampar untuk menjadi rajanya. Setelah mufakat dengan Orang-orang Besar Pekantua, maka dikirim utusan ke Johor, terdiri dari: Batin Muncak Rantau (Orang Besar Nilo dan Napuh), Datuk patih Jambuano (Orang Besar Delik dan Dayun), dan Raja Bilang Bungsu (Orang Besar Pesisir Kampar).

Sultan Abdul Jalil Syah mengabulkan permintaan Tun Megat, lalu mengirimkan salah seorang keluarga dekatnya yang bernama Raja Abdurrahman untuk menjadi Raja Pekantua. Sekitar tahun 1590 M, Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi raja Pekantua Kampar dengan gelar "Maharaja Dinda" (1950-1630 M). Terhadap Johor, kedudukannya tetaplah sebagai Raja Muda Johor. Sebab itu disebut juga "Raja Muda Johor di Pekantua Kampar". Tun Megat yang sebelumnya berkedudukan sebagai Raja Muda, oleh Raja Abdurrahman dikukuhkan menjadi Mangkubumi, mewarisi jabatan kakeknya Tun Perkasa.

Raja Abdurrahman yang bergelar Maharaja Dinda itu amatlah mencintai laut. Beliau mendirikan tempat pembuatan kapal layar di Petatal dan Limbungan (sekarang berada dalam wilayah Sungai Ara, Kecamatan Bunut. Bandar dagang yang sebelumnya berpusat di Bandar Nasi, dipindahkan ke Telawa Kandis. Selanjutnya beliau memindahkan pula pusat kerajaan Pekantua Kampar dari Pekantua (Pematang Tuo) ke Bandar Tolam (sekarang menjadi Desa Tolam, Kecamatan Pelalawan).

Setelah mangkat, Maharaja Dinda digantikan oleh Puteranya Maharaja Lela I, yang bergelar Maharaja Lela Utama (1630-1650 M), Tak lama kemudian beliau mangkat, dan digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bangsawan (1650-1675 M), yang selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Lela Utama (1675-1686 M). Raja ini selanjutnya digantikan pula oleh puteranya Maharaja Wangsa Jaya (1686-1691 M). Pada masa pemerintahannya, Tanjung Negeri banyak diganggu oleh wabah penyakit yang banyak membawa korban jia rakyatnya, namun para pembesar belum mau memindahkan pusat kerajaan karena masih sangat baru. Akhirnya beliau mangkat dan digantikan oleh puteranya Maharaja Muda Lela (1691-1720 M), beliau segera memindahkan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri karena dianggap sial akibat wabah penyakit menular yang menyebabkan banyaknya rakyat menjadi korban, termasuk ayahandanya sendiri. Namun upaya itu belum berhasil, karena masing-masing Orang Besar Kerajaan memberikan pendapat yang berbeda. Pada masa pemerintahannya juga, perdagangan dengan Kuantan ditingkatkan melalui Sungai Nilo, setelah mangkat, beliau digantikan oleh puteranya Maharaja Dinda II (1720-1750 M). pada masa pemerintahannya diperoleh kesepakatan untuk memindahkan pusat kerajaan Pekantua Kampar ketempat yang oleh nenek moyangnya sendiri, yakni "Maharaja Lela Utama" pernah dilalaukan (ditandai, dicadangkan) untuk menjadi pusat kerajaan, yaitu di Sungai Rasau, salah satu anak Sungai Kampar jauh di hilir Sungai Nilo.

Sekitar tahun 1725 M, dilakukan upacara pemindahan pusat kerajaan dari Tanjung Negeri ke Sungai Rasau. Dalam upacara adat kerajaan itulah Maharaja Dinda II mengumumkan bahwa dengan kepindahan itu, maka nama kerajaan "PEKANTUA KAMPAR", diganti menjadi kerajaan 'PELALAWAN", yang artinya tempat lalau-an atau tempat yang sudah dicadangkan. Sejak itu, maka nama kerajaan Pekantua tidak dipakai orang, digantikan dengan nama Pelalawan saja sampai kerajaan itu berakhir tahun 1946. Didalam upacara itu pula gelar beliau yang semua Maharaja Dinda II disempurnakan menjadi Maharaja Dinda Perkasa atau disebut Maharaja lela Dipati. Setelah beliau mangkat, digantikan oleh puteranya Maharaja Lela Bungsu (1750-1775 M), yang membuat kerajaan Pelalawan semakin berkembang pesar, karena beliau membuka hubungan perdagangan dengan Indragiri, Jambi melalui sungai Kerumutan, Nilo dan Panduk. Perdagangan dengan Petapahan (melalui hulu sungai Rasau, Mempura, Kerinci). Perdangan dengan Kampar Kanan dan Kampar Kiri (melalui sungai Kampar) dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera. Untuk memudahkan tukar menukar barang dagangan, penduduk membuat gudang yang dibuat diatas air disebut bangsal rakit (bangsal rakit inilah yang kemudian berkembang menjadi rumah-rumah rakit, bahkan raja Pelalawan pun pernah membuat istana rakit, disamping istana darat).

Ramainya perdagangan di kawasan ini antara lain disebabkan oleh terjadinya kemelut di Johor. Setelah Sultan Mahmud Syah II (Marhum Mangkat Dijulang) mangkat akibat dibunuh oleh Megat Sri Rama, sehingga arus perdagangan beralih ke kawasan pesisir Sumatera bagian timur dan tengah, terutama di sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Indragiri, dan Rokan. Dalam waktu itulah Pelalawan memanfaatkan bandar-bandar niaga untuk menjadi pusat perdagangan antar wilayah di pesisir timur dan tengah Sumatera.

Sultan Mahmud Syah II yang mangkat dibunuh oleh Laksemana Megat Sri Rama tidak berputera, maka penggantinya diangkat Bendahara Tun Habib menjadi Raja Johor yang bergelar Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Tak lama datang Raja Kecil Siak menuntut Tahta Johor, karena beliau mengaku sebagai putera Sultan Mahmud Syah II dengan istrinya yang bernama Encik Pong. (Catatan silsilah raja-raja Siak menyebutkan bahwa ketika Sultan Mahmud Syah II mangkat, Raja Kecil masih dalam kandungan bundanya, yang sengaja diungsikan keluar dari Johor. Dalam pelarian itulah beliau lahir, kemudian dibawa ke Jambi dan dibawa ke Pagarruyung. Disanalah beliau dididik dan dibesarkan, sampai beliau turun kembali ke Johor melalui Sungai Siak untuk mengambil tahta Johor yang sudah diduduki oleh Sultan Abdul Jalil Riayat Syah itu. Mengenai Raja Kecil ini terdapat berbagai versi, ada yang mengakuinya sebagai putera Sultan Mahmud dan ada yang menolaknya. Tetapi para pencatat sejarah dan silsilah dikerajaan Siak dan Pelalawan tetap mengakui bahwa beliau adalah putera Sultan Mahmud Syah II.

Raja kecil menduduki tahta Johor bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah. Tetapi kemudian terjadi pula pertikaian dengan iparnya, Raja Sulaiman, putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah. Pertikaian itu terus berlanjut dengan peperangan berkepanjangan. Raja Sulaiman akhirnya berhasil menduduki tahta Johor, dan bergelar Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah dengan bantuan lima orang putera bangsawan Bugis (1722-1760). Sedangkan Raja Kecil yang menduduki tahta Johor sebelumnya (1717-1722 M) mengundurkan dirinya ke Siak, kemudian membuat negeri di Buatan. Inilah awal berdirinya kerajaan Siak Sri Indrapura. Raja Kecil memerintah Siak 1722-1746 M).

Berlangsungnya kerusukan di Johor itu menyebabkan Pelalawan melepaskan dirinya dari ikatan Johor, apalagi berita yang sampai ke Pelalawan mengatakan, yang memerintah di Kerajaan Johor sekarang bukan lagi keturunan Sultan Alaudin Riayat Syah, yang dulunya menjadi raja Pekantua Kampar.

Pada masa Sultan Syarif Ali berkuasa di Siak (1784-1811 M), beliau menuntut agar Kerajaan Pelalawan mengakui Kerajaan Siak sebagai yang "Dipertuan", karena beliau adalah pewaris Raja Kecil, putera Sultan Mahmud Syah II Johor. Pelalawan yang diperintah Maharaja Lela menolaknya. Maka pada tahun 1797 dan 1798, kerajaan Siak menyerang kerajaan Pelalawan. Serangan pertama yang dipimpin oleh Said Syahabuddin dapat dipatahkan kerajaan Pelalawan, namun serangan berikutnya yang dipimpin oleh Said Abdurrahman, adik Sultan Syarif Ali dapat menaklukan kerajaan Pelalawan. Sultan Said Abdurrahman melakukan ikatan persaudaraan yang disebut "Begito" (pengakuan bersaudara dunia akhirat) dengan Maharaja Lela II, raja Pelalawan yang dikalahkannya, karena merasa sama-sama keturunan Johor, kemudian mengangkatnya menjadi Orang Besar Kerajaan Pelalawan dengan gelar Datuk Engku Raja Lela Putera. Said Abdurrahman kemudian dinobatkan menjadi Raja Pelalawan dengan gelar Syarif Abdurrahman Fakhruddin (1798-1822 M). Sejak itu kerajaan Pelalawan diperintah oleh raja-raja keturunan Said Abdurrahman, saudara kandung Syarif Ali, Sultan Siak, sampai kepada raja Pelalawan terakhir, raja-raja itu adalah:

  • Syarif Abdurrahman (1798 - 1822 M)
  • Syarif Hasyim (1822 - 1828 M)
  • Syarif Ismail (1828 - 1844 M)
  • Syarif Hamid (1844 - 1866 M)
  • Syarif Ja'afar (1866 - 1872 M)
  • Syarif Abubakar (1872 - 1886 M)
  • Tengku Sontol Said Ali (1886 - 1892 M)
  • Syarif Hasyim II (1892 - 1930 M)
  • Tengku Said Osman (Pemangku Sultan) (1892 - 1930 M)
  • Syarif Harun (Tengku Said Harun) (1941 - 1946 M)


Tidak ada komentar: